2/10/2013

Let it flows.


Kenangan itu tak terelakan oleh waktu, hanya merubah sudut warna menjadi putih abu-abu. Membayangkan setiap skenarionya, menepis sebuah tanya dan ragu. Mata sayup penuh rindu akan warna cerah ditiap alur manis dan pahit. Seiring dengan waktu yang mengiris umur, setiap insan jiwa yang lelah pasti merekap ulang apa yang telah dilaluinya. Sebuah perjalanan penuh inspirasi. Namun, disuguhkan dengan pilihan-pilihan sulit, tidak benar dan tidak salah, melainkan "diam" atau "jalan". Walaupun, yang dipilih jalan mundur sekalipun. 

Dia, aku sebut sebagai peran utama yang kembali dalam perjalanannya ke kota kecil itu, kembali membuat sebuah kenangan singkat. Dibungkus rapih hingga tak sulit memilih dan memilah kisahnya untuk diangkat. Prologue, ketika menatap sebuah rumah yang hampir kosong. Penuh kardus rokok yang berisikan benda sejarah keluarga. Saksi bisu setiap langkah bahtera rumah tangga ayah bunda. Meringis pedih, namun dia kembali dalam hening beserta tanyanya pada Tuhan. Walaupun hati kecilnya telah menjawab, "ini takdir".

Senyum kulum menghiasi wajahnya, ketika mulai mengupas memori hangat dengan secangkir teh pahit. Selain merupakan minuman favorit bunda, tanpa gula manisnya sudah terasa ketika memutar waktu berlawanan arah jarum jam. Salah satu jarumnya berhenti diangka itu, angka dimana mereka selalu bersanding dalam tawa bahagia. Terkadang hal yang ditertawakan menjadi sebuah perih yang mengalir melalui dua bola mata. Namun ada satu peran yang memegang andil besar. Bukan peran pengganti, bukan pula peran tambahan. Peran seseorang yang meredam ego dia, senyumpun kembali mekar dan tawa kembali muncul. Seakan dunia hanya milik mereka berdua.

Berpetualang bersama sahabat lama, mengukir nama di sisi jiwa agar tak mudah lupa untuk saling bertegur sapa dilain waktu. Bercerita perjalanannya masing-masing, bercengkraman dengan matahari. Panas kala itu terasa dingin, dinginnya terasa hangat atas apa yang mereka buat. Apa itu? Dia sebut persahabatan dengan cinta.

Tak hentinya dia bersyukur atas setiap waktu yang Tuhan sisihkan untuk nya dan dipakai untuk membuat sebuah cerita yang nantinya akan dilanjutkan atau sekedar dikenang. Mereka sebenarnya tidak menjanjikan apa-apa, hanya membuat saja. Menikmati apa yang digariskan. Sedikit bumbu agar meriah rasanya. Banyak hal baru, hanya saja mereka tak dapat membaginya setiap saat.

Angin membawa hatinya terbang melewati awan putih tatkala daun-daun ikut berguguran, aroma segar tak pekat mewangi menempelkan baunya disekujur baju mereka. Berjalan perlahan menikmati alunan bunyi gesekan tangkai pohon satu dengan tangkai lainnya. Burung berkicau berlomba memadu nada hingga dia nyaris tak menyukainya. Hari itu baginya hari yang paling indah seantero dunia. Karena mata adalah jendela hati, tanpa perlu banyak kata mereka pada akhirnya saling menyayangi untuk saling menjaga satu sama lain.

Tak terasa putaran bumi yang berotasi mengubah pagi menjadi malam berganti lebih cepat. Begitu pun sebaliknya, seperti mereka yang bertemu namun harus dipisahkan kembali oleh realita. Hati kecil dia meraung-raung pedih kala mengingat setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Seseorang yang selalu menghiasi harinya tersenyum sambil melambaikan tangan yang berat itu. Sebelum kepergiannya, dia mencoba melayang diantara percakapan-percakapan hidup. Umur dan pengalaman lah yang membuat kebijaksana dalam berfikir kedepan, karena bukan kesenangan yang mereka cari melainkan sebuah rahasia yang mereka janjikan. Janji pertama dan terakhir, insyallah mereka menghijab perkataannya.

Kemudian dia tersadar, itu hanya sebagian dari memori yang memenuhi relung hatinya. Mengapa tidak dia taruh saja di otaknya untuk menampung ini semua, maka dia menghela nafas dan menjawab, "Kenangan ini jangan sampai dicampuri oleh logika manusia, karena mereka yang tidak bertanya akan tersesat dijalan dan mereka yang banyak bertanya berarti tidak berfikir.", dia mengakhiri perkataan tersebut dengan menutup posting ini :)


No comments:

Post a Comment

Lettering x Watercolor