2/17/2013

Napak tilas 2012

Kebanyakan dari semua yang saya lalui malah menjadi sebuah cobaan yang paling berat di tahun kemarin. Entah Tuhan telah menggariskan saya menjadi seseorang yang jatuh untuk bangkit dan mengalahkan yang lama berdiri.

Sedari mungkin cepat bangkit dari setiap permasalahan yang muncul, tapi tetap bersyukur Tuhan itu pasti menjadi yang terbaik untuk saya jadinya banyak belajar dari setiap pengalaman ini.

Prolog
Berawal dari yang baik, semangat dan ambisi yang baru akibat pergantian tahun. Kemudian pencapaiannya setahap lebih tinggi, selain berandai-andai mendapatkan kelulusan dengan NEM yang memuaskan dan bisa jadi civitas academica kampus itu O:) Awal tahun 2012 semua diguncang oleh perbincangan "Kemana kaki ini akan melangkah?" dan lucunya bahan obrolan ringan tapi sedikit berat ini nyaris disalahartikan, seperti "Aku mau nikah saja setelah lulus SMA nanti..." ha ha ha ababil .___. rasanya yakin bahwa kalau kita punya mimpi yang tinggi, pasti mimpi tersebut dapat diraih, karena selama yang ada di bumi semua itu tidak terbatas oleh apapun. Jadi tak perlu ragu, walaupun orang lain meragukan. Saya bukan seorang yang paling spesial di kelas, apalagi perfeksionis, kesannya semua target harus tercapai, seakan kalau gagal sekali dunia serasa menghukum mati saya. Well, selalu bersyukur dilahirkan diantara dua orang tua hebat yang telah melahirkan saya layaknya seperti ini. Sebagaimanapun dirimu adalah sang juara kalau Tuhan berkata lain, saya akan melebihi apa yang kamu capai (Bila Allah berkehendak serta menghendakinya, dan apabila Dia telah menetapkan sesuatu maka Allah berfirman kepadanya: "Jadilah", maka jadilah dia). Prosesnya saya nikmati, dari yang namanya stres berat, main ga takar waktu, dan mendadak super alim (solat 7 waktu he he he). Aaah bayangkan saja tahun 2012 merupakan hal yang paling berat, karena ini mempertaruhkan nama baik keluarga, sekolah, dan diri sendiri. Kemudian guncangan itu dimulai...

Klimaks
Alhamdulillah saya masuk jalur undangan pada saat itu, tapi tidak berharap banyak pada selembar kertas putih itu apalagi menaruh hati padanya. Saya ragu untuk mendapatkan tiket emas (sebutan teman-teman kelas untuk jalur undangan) sebelumnya. Tapi pada saat itu nama saya disebut oleh guru kesayangan saya, hah serius? cukup pantas kah saya mendapatkan itu dibanding teman-teman saya yang kurang beruntung? bayangkan saja ketika wali dosen datang ke setiap kelas membagikan pengumuman dan selembaran kertas itu, sedangkan teman-teman kelas lain yang tidak mendapati kesempatan tersebut sedih dan jatuh psikisnya. Kalau yang tidak punya hati mungkin santai saja menjawab, "Karena ga mau berusaha sih makaya ga dapet.." bukan ga mau, tapi kurang mungkin. Itu hal yang paling menakutkan menurut saya, karena main hakim sendiri itu pasti ada, karena kekeluargaan angkatan kami cukup erat. Jadi tau lah siapa yang bermain bersih dan tidaknya atau mungkin ada sumpah serapah yang terucap? Apakah saya salah satunya yang terkena sumpah tersebut sampai akhir penentuan pengumuman saya tidak tembus pada mimpi lama yang telah saya dambakan sebelumnya? Kali ini biar Tuhan yang menjawab. 

Perlukah menangis? perlu, tangisan melunturkan segala emosi dan meluruskan fokus karena membuat mata menjadi lelah dan akhirnya ngantuk. Agama pun mengajarkan bahwa apabila kita dalam tekanan emosi yang tidak baik sesegeralah ambil air wudhu dan solat, kalau cara ini masih tidak bisa (bukan kita seorang kafir yah) segeralah tidur, karena Tuhan itu terlalu baik memberikan cara yang ampuh untuk lari dari realita dengan cara ini walaupun tidur tidak menyelesaikan apa-apa, apalagi menangis terisak-isak setidaknya dapat meredakan lah. Maka selesaikan permasalahan ini dengan cara, cepat bangkit. karena kesuksesan merupakan kegagalan yang tertunda hahahaha khas banget.

Berjuanglah selagi saya mampu, karena mimpi itu harus segera direalisasi. Kayak suatu hubungan kalau ga cepet-cepet di patenin entar keburu ada yang ngambil #nooffense :p Ingat, teman-teman terdekat saya sudah naik setahap atas targetnya dan saya belum. Namun, kembali lagi bersyukur saya memiliki orang tua yang sangat tegar dan sahabat yang sangat baik yang selalu medukung saya dimanapun dan kapanpun :"""") maka, kembali lah saya pada pertarungan yang lebih besar. Melawan beratus-ratus, mungkin beribu-ribu pelajar yang mau mendapati kampus tersebut. 

Seberapa banyak waktu yang saya lalui untuk belajar keras? Tak terhitung, sampai saya tanya dimanakah les gambar yang bagus, ikut bimbel full day (di kasih libur hari minggu, walaupun hari minggu dipakai untuk TO gambar) saya tidak mengatakan ini lelah, justru seru! Bayangkan saja saya harus berangkat pagi-pagi paling tidak jam 9 untuk les gambar, kelar jam 2 dan langsung cabut mengejar waktu untuk bimbel jam 3 yang jarak tempuhnya 15 KM lebih itu pun kalau ga macet dan baru sampai rumah pada pukul setengah 8 malam (O___O) Oyah sebelumnya destinasi kuliah saya itu di Bandung, selain kampus impian letaknya disitu, orang tua lahir dan besar di Bandung jadi pulang kampung deh :) Itu terjadi setiap harinya, sampai saya sakit tapi tetep ditabrak aja sama jadwalnya, sampai saya kena sindrom mager jadinya saya bolos (ini jangan diikutin) tapi lebih besar sih rajin dateng, soalnya bayar hahahaha. Temen-temen disana pun juga geleng-geleng tak kepayang dengar kisah saya, tapi bagi sebagian mereka sudah biasa akan hal ini, malah jadi makanan sehari-hari. Tidak lupa senang-senang, alias jalan-jalan setelah itu foto bersama di Jonas, cekidot!



"Draft yg bikin semangat kalau udh males sama tugas, uts, uas hahahaha"


2/10/2013

Let it flows.


Kenangan itu tak terelakan oleh waktu, hanya merubah sudut warna menjadi putih abu-abu. Membayangkan setiap skenarionya, menepis sebuah tanya dan ragu. Mata sayup penuh rindu akan warna cerah ditiap alur manis dan pahit. Seiring dengan waktu yang mengiris umur, setiap insan jiwa yang lelah pasti merekap ulang apa yang telah dilaluinya. Sebuah perjalanan penuh inspirasi. Namun, disuguhkan dengan pilihan-pilihan sulit, tidak benar dan tidak salah, melainkan "diam" atau "jalan". Walaupun, yang dipilih jalan mundur sekalipun. 

Dia, aku sebut sebagai peran utama yang kembali dalam perjalanannya ke kota kecil itu, kembali membuat sebuah kenangan singkat. Dibungkus rapih hingga tak sulit memilih dan memilah kisahnya untuk diangkat. Prologue, ketika menatap sebuah rumah yang hampir kosong. Penuh kardus rokok yang berisikan benda sejarah keluarga. Saksi bisu setiap langkah bahtera rumah tangga ayah bunda. Meringis pedih, namun dia kembali dalam hening beserta tanyanya pada Tuhan. Walaupun hati kecilnya telah menjawab, "ini takdir".

Senyum kulum menghiasi wajahnya, ketika mulai mengupas memori hangat dengan secangkir teh pahit. Selain merupakan minuman favorit bunda, tanpa gula manisnya sudah terasa ketika memutar waktu berlawanan arah jarum jam. Salah satu jarumnya berhenti diangka itu, angka dimana mereka selalu bersanding dalam tawa bahagia. Terkadang hal yang ditertawakan menjadi sebuah perih yang mengalir melalui dua bola mata. Namun ada satu peran yang memegang andil besar. Bukan peran pengganti, bukan pula peran tambahan. Peran seseorang yang meredam ego dia, senyumpun kembali mekar dan tawa kembali muncul. Seakan dunia hanya milik mereka berdua.

Berpetualang bersama sahabat lama, mengukir nama di sisi jiwa agar tak mudah lupa untuk saling bertegur sapa dilain waktu. Bercerita perjalanannya masing-masing, bercengkraman dengan matahari. Panas kala itu terasa dingin, dinginnya terasa hangat atas apa yang mereka buat. Apa itu? Dia sebut persahabatan dengan cinta.

Tak hentinya dia bersyukur atas setiap waktu yang Tuhan sisihkan untuk nya dan dipakai untuk membuat sebuah cerita yang nantinya akan dilanjutkan atau sekedar dikenang. Mereka sebenarnya tidak menjanjikan apa-apa, hanya membuat saja. Menikmati apa yang digariskan. Sedikit bumbu agar meriah rasanya. Banyak hal baru, hanya saja mereka tak dapat membaginya setiap saat.

Angin membawa hatinya terbang melewati awan putih tatkala daun-daun ikut berguguran, aroma segar tak pekat mewangi menempelkan baunya disekujur baju mereka. Berjalan perlahan menikmati alunan bunyi gesekan tangkai pohon satu dengan tangkai lainnya. Burung berkicau berlomba memadu nada hingga dia nyaris tak menyukainya. Hari itu baginya hari yang paling indah seantero dunia. Karena mata adalah jendela hati, tanpa perlu banyak kata mereka pada akhirnya saling menyayangi untuk saling menjaga satu sama lain.

Tak terasa putaran bumi yang berotasi mengubah pagi menjadi malam berganti lebih cepat. Begitu pun sebaliknya, seperti mereka yang bertemu namun harus dipisahkan kembali oleh realita. Hati kecil dia meraung-raung pedih kala mengingat setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Seseorang yang selalu menghiasi harinya tersenyum sambil melambaikan tangan yang berat itu. Sebelum kepergiannya, dia mencoba melayang diantara percakapan-percakapan hidup. Umur dan pengalaman lah yang membuat kebijaksana dalam berfikir kedepan, karena bukan kesenangan yang mereka cari melainkan sebuah rahasia yang mereka janjikan. Janji pertama dan terakhir, insyallah mereka menghijab perkataannya.

Kemudian dia tersadar, itu hanya sebagian dari memori yang memenuhi relung hatinya. Mengapa tidak dia taruh saja di otaknya untuk menampung ini semua, maka dia menghela nafas dan menjawab, "Kenangan ini jangan sampai dicampuri oleh logika manusia, karena mereka yang tidak bertanya akan tersesat dijalan dan mereka yang banyak bertanya berarti tidak berfikir.", dia mengakhiri perkataan tersebut dengan menutup posting ini :)


2/01/2013

E-G-O




Ego itu manis ketika bersinergi memecahkan satu permasalahan,  namun pahit ketika berseru, "Aku yang paling kuat!".

Lettering x Watercolor